SEPINTAS.COM – Kerajaan Huristak, yang berakar dari wilayah Sumaters Utara, menyimpan kisah panjang yang menghubungkan Nusantara dengan peradaban kuno Yunani.
Dengan jejak sejarah yang merentang lebih dari 2600 tahun, Huristak tidak hanya menjadi bukti peradaban lokal.
Tetapi juga pengingat akan migrasi, interaksi budaya, dan penyebaran genetik yang melibatkan dunia Barat dan Timur.
Asal Usul Oristai di Yunani Kuno
Wilayah Orestis, bagian dari Makedonia kuno, adalah tanah asal suku Oristai.
Terletak di pegunungan barat Makedonia, Orestis dikenal sebagai wilayah strategis dengan kota penting, Argos Orestikon.
Kota ini diyakini sebagai tempat asal dinasti Argead sebelum mendirikan kerajaan Makedonia yang besar.
Nama Orestis sendiri diyakini berasal dari mitologi Yunani, yaitu Orestes, putra Agamemnon, yang melarikan diri ke pegunungan setelah tragedi keluarga.
Ekspansi Budaya dan Migrasi Oristai ke Asia
Baca Juga:
Skandal Infrastruktur Sumut, KPK Pertimbangkan Panggil Gubernur Bobby Nasution
Tolak Pinjamkan Motor, Seorang Ibu Dianiaya dan Diancam Dibunuh Anak
Era penaklukan Aleksander Agung (336–323 SM) menjadi momentum penyebaran budaya Yunani ke Asia.
Koloni-koloni Yunani didirikan di berbagai wilayah, termasuk Bactria, Asia Tengah, dan Asia Selatan.
Migrasi ini tidak hanya menyebarkan budaya tetapi juga genetik, seperti haplogroup J2a1i, yang ditemukan pada komunitas Yunani kuno di Pella, ibu kota Makedonia.
Jejak genetik ini, ribuan tahun kemudian, ditemukan kembali pada keturunan Raja Oristak di Sumatra Utara, memberikan bukti adanya hubungan genetik yang melintasi waktu dan ruang.
Baca Juga:
Dari Rusia, Prabowo Akhiri Polemik Pulau Sengketa Aceh
Langkah Penting Ekstradisi: Singapura Tolak Permohonan Paulus Tannos
Aleksander agung diketahui seriing menamai daerah taklukannya dengan namanya dan nama leluhurnya seperti Oestikon atau Alexandria di Bactria Arochia,
Dimana jejak DNA ini juga ditemukan di raja Arok atau penguasa daerah Arok di Asia Tdngah yang mempunyai jejak keturunan di Jawa
Pendirian Kerajaan Oristak
Pada abad ke-17, Raja Sohataon mendirikan sebuah wilayah bernama Orista di antara dua sungai besar di Sumatra Utara.
Nama ini perlahan berubah menjadi Oristak dan kemudian Huristak seiring perkembangan bahasa dan reformasi ejaan di Indonesia.
Raja Sohataon dikisahkan sebagai keturunan Sultan Zulkarnain, nama yang dalam tradisi Islam sering diidentifikasi dengan Aleksander Agung.
Legenda ini mencerminkan sinkretisme antara tradisi lokal, mitos Islam, dan pengaruh Yunani.
Baca Juga:
Antara Nikel dan Lautan: Pemerintah Bekukan Sementara Operasi Tambang PT GAG di Raja Ampat
Sidang Mediasi Gugatan Lisa Mariana vs Ridwan Kamil Deadlock, Begini Klaim Masing-masing Pihak
Seperti Argos Orestikon, yang didirikan di lokasi strategis dekat sungai, Oristak juga berdiri di antara dua sungai besar.
Pemilihan lokasi ini mencerminkan tradisi penempatan kota kuno yang strategis, baik untuk pertahanan maupun sumber daya air.
Jejak Genetik dan Budaya Yunani di Huristak
Pada tahun 2018, tes DNA pada keturunan Raja Oristak mengungkap keberadaan haplogroup J2a1i, yang juga ditemukan pada populasi Yunani kuno di Pella.
Penemuan ini membuka kemungkinan adanya migrasi genetik melalui jalur perdagangan atau diaspora Yunani.
Meski bukti langsung mengenai migrasi Oristai ke Asia Tenggara terbatas, hasil tes DNA ini memberikan wawasan baru.
Tentang bagaimana peradaban kuno dapat terhubung dengan wilayah yang tampaknya jauh secara geografis.
Nama dan Tradisi: Dari Orestis hingga Oristak
Nama Oristai dari Yunani kuno menjadi Orista di Sumatra Utara menunjukkan bagaimana warisan budaya dan cerita leluhur dapat bertahan melalui generasi.
Transformasi menjadi Oristak, dan akhirnya Huristak, mencerminkan adaptasi bahasa dan budaya lokal.
Tradisi mendirikan kerajaan di antara dua sungai menegaskan kesamaan simbolik dengan Argos Orestikon di Makedonia.
Legenda dan Warisan Sejarah
Legenda Raja Sohataon yang berarti Paduka Matahari yang mengklaim keturunan dari Sultan Zulkarnain.
Menunjukkan bagaimana elemen mitos asing diintegrasikan dengan identitas lokal.
Raja Sohataon pendiri kerajaan huristak modern dikenal juga sebagai Raja Kerajaan Barumun yang menikahi Putri Aru.
Dan melahirkan Patuan Mulia Tandang Alamsyah (Raja Huristak II) pemenang perang Siak dan banyak memberikan nama-nams tempat yang terkait leluhurnya,
Sehingga banyak nama seperti Orestai, Sosa, RIkan di Padang Lawas dan Riau Indonesia yang sebenernya adalah nama nama daerah dalam ekspansi Alsander Agung dahulu.
Meskipun tradisi ular berkepala dua simbol penting dalam mitologi Yunani dan ditemukan dalam mitos ular di Aleksander Agung juga tercatat di Oristak.
Cerita-cerita lokal tetap menonjolkan spiritualitas dan sinkretisme budaya.
Dimana di budaya nusantara simbol ini sering digambarkan dengan dua naga bermahkota besar di candi candi nusantara
Huristak, yang berdiri hingga hari ini, bukan hanya simbol kebanggaan masyarakat Sumatra Utara, tetapi juga bukti interaksi budaya global yang melibatkan Yunani kuno.
Penemuan genetik dan sejarah lisan memberikan fondasi untuk menghubungkan kerajaan ini dengan peradaban besar dunia.
Kesimpulan: Jejak 2600 Tahun Huristak
Kerajaan Huristak adalah cerminan perjalanan panjang sejarah, dari pegunungan Orestis di Makedonia hingga lembah subur Sumatra Utara.
Hubungan genetik dan budaya yang melibatkan Yunani kuno menunjukkan bagaimana migrasi dan interaksi budaya membentuk identitas masyarakat lokal.
Sebagai salah satu kerajaan tertua di dunia, Huristak adalah warisan berharga yang menghubungkan Nusantara dengan peradaban global.
Penemuan haplogroup J2a1i pada keturunan Raja Huristak tidak hanya menjadi bukti ilmiah tetapi juga membuka peluang penelitian lebih lanjut tentang jejak peradaban kuno yang tersebar ke seluruh dunia.
Kerajaan ini adalah saksi bisu perjalanan sejarah selama 2600 tahun, sebuah bukti abadi bahwa dunia telah terhubung lebih awal dari yang pernah kita bayangkan.***